Harlockwords’s Blog – …Story came Out From My Mind…….

Desember 17, 2008

Jalan Setapak LALI JIWO – Bag 1

Filed under: Horor,Novelette — harlockwords @ 7:44 am
Tags: , , ,

.

 

 

JALAN SETAPAK LALIJIWO

Surabaya, 15 Desember 2008 – Harlock

 

“…tak akan kubiarkan pergi, bahkan sedikit lelap. Semua ada digenggamanku…”

 

Bagian 1

 

Petir menyambar keras di ujung pohon sebuah hutan yang lebat di sekitar lereng Gunung Arjuno. Dahan yang tersambar bergemeretak jatuh diterima tanah yang basah oleh hujan lebat yang mengguyur permukaan lereng gunung itu. Kilat mengerjap erjap. Sinarnya sebentar sebentar menerangi cuaca gelap yang menakutkan di langit gunung. Gelegar guntur yang datang sambut menyambut memecah keheningan malam pekat. Suara yang dahsyat memekakkan telinga menambah keganasan cuaca malam itu.

 

Seseorang berjalan seorang diri di tengah hujan lebat yang mengamuk. Jas hujan yang berwarna hijau lumut nampak berkibar kibar diterpa angin ribut yang seakan ingin memporak porandakan seisi hutan. Dengan susah payah ia berjalan tertatih tatih melawan hembusan angin yang ganas. Sesekali langkahnya terseok seok karena karena tapak kakinya memijak lantai hutan yang penuh dengan akar pohon pohon raksasa yang berserakan. Entah apa yang dilakukannya pada saat cuaca tak bersahabat ini. Apalagi ia berada di dalam hutan gung liwang liwung[1].

 

“ Ya Tuhanku….tolonglah hambamu, Tuhan…” orang itu bergumam sendiri. Suaranya terdengar pelan dan bergetar ditelan gemuruh angin ribut dan gelegar guntur.

 

Ia terus berjalan, walaupun tampak kakinya sudah mulai gemetar menahan berat badan dan backpack yang ia gendong di belakan punggungnya. Namun ia tetap berusaha untuk berdiri dan berjalan. Buliran air mata menetes bercampur dengan air hujan yang terasa pedih di wajahnya.

 

                                                     ~oO0Oo~

 

Pagi itu serombongan anak muda berangkat dari PHPA Wonosari untuk mendaki Gunung Arjuno. Lima pemuda itu masih nampak muda dan segar. Terlihat semangat mereka yang menyala nyala. Beberapa dari mereka tampak memeriksa perbekalan yang disimpan dalam backpack khusus pendaki yang berukuran besar. Setelah mendapat ijin dari petugas PHPA, mereka segera berangkat menempuh perjalanan mereka yang panjang.

 

“ Kita nggak usah keburu  buru jalannya, “ kata Bam sesaat setelah mereka berangkat

“ Ok, Bam. Save nafas aja, “ ujar Stelly menambahkan

 

Mereka berjalan melewati perkebunan teh Wonosari yang memanjang sebelum memasuki area hutan pinus dan cemara. Hawa dingin sejuk telah menyambut mereka walau perjalanan masih baru dimulai. Hamparan permadani hijau kebun teh memanjak mata mereka yang telah bosan dengan pedihnya pemandangan kota. Beberapa jam melewati perkebunan, mereka mulai memasuki area hutan cemara. Jalan perlahan lahan mulai menanjak naik. Jalan setapak mengiringi mereka melewati kawasan hutan hingga memasuki area perkemahan di Oro Oro Ombo yang dikelilingi oleh hutan pinus yang lebat.

 

“ Kita sudah sampai Oro Oro. Kita istirahat sejenak, kay? “ Dhani berbicara pada temannya

“ Jangan lama lama dong, Dhan “ sahut Arthur yang serasa tak sabar ingin menikmati udara sejuk di puncak Arjuno.

“ Untuk apa sih keburu, Tom? “ tanya Stelly

“ Bukan begitu. Nggak sabar nih, “ jelas Arthur singkat

“ Ya udah. Seperempat jam saja kita disini, kay? “ tengah Sazha yang sedari tadi diam saja.

“ Whokeh deh, “ jawab mereka berempat hampir bersamaan.

 

Tak lama mereka di tempat itu, mereka bersiap kembali untuk melanjutkan perjalanan. Hingga beberapa jam setelah memasuki area Hutan Gombes, mereka teringat bahwa mereka akan segera memasuki daerah Hutan Lalijiwo, hutan maha lebat yang tidak hanya ditumbuhi cemara, namun juga tumbuhan tumbuhan lain yang berukuran raksasa. Dhani menghentikan jalannya. Keempat temannya pun mendadak menghentikan langkah kaki mereka.

 

“ Ada apa Dhan? “ tanya Sazha

“ …Ngg…nggak apa apa. Sebentar lagi kita masuk ke…”

“ Alas Lali Jiwo maksudmu? “ sahut Stelly

“ Ayo dong, jangan berhenti. Emang kenapa dengan Lali Jiwo? “ Arthur sedikit memaksa teman temannya.

“ kamu jangan sembarangan disini, Thur. Disini dekat pasar lelembut, “ jawab Bam

“ Ah…tahayul. Ayo deh, kita lanjutkan,” tandas Arthur

“ hm..ayo,” kata Dhani kemudian

 

Lalu mereka memasuki area yang dinamakan Lali Jiwo oleh orang orang. Hutan ini benar benar lebat. Sinar matahari yang tak terhalang awan ataupun mendung pagi itu tak mampu menembus kelebatan daun daun yang menempel di dahan dahan yang saling bersinggungan satu sama lain. Bagai kanopi raksasa yang memayungi lantai hutan yang lembab. Sesekali mereka mendengar suara suara hewan yang berlarian menembus semak disamping jalan setapak. Pandangan kelima pemuda itu menebar ke arah kanan kiri mereka, mencari cari sesuatu yang jarang mereka temui di lingkungan kota tempat tinggal mereka. Entah burung burung hutan yang memiliki bulu yang indah, ataupun kijang yang kadang kala tak sengaja mereka temui di hutan ini.

 

Arthur yang berjalan paling bersemangat ada di posisi terdepan berjarak beberapa meter dari  Dhani. Jarak yang mereka tempuh amat jauh. Mereka telah menempuh beberapa jam sejak berangkat dari Oro Oro Ombo. Jalan setapak itu mulai menyempit di tengah perjalanan mereka hingga memaksa mereka berjalan berjajar satu persatu. Arthur yang terlalu bersemangat sedikit demi sedikit melambat jalannya. Ia pun tersusul oleh kawan kawannya hingga ia di posisi paling belakang. Lalu Dhani melambatkan jalannya hingga tersusul oleh Stelly yang berada tepat dibelakangnya.

 

“ Kamu awasi yang paling belakang, ya. Siapa? Oh..Arthur ya,” bisik Dhani pada Stelly.

“ Aku mana bisa? “

“ Kamu pindah ke belakang. Di depan Arthur deh, “

“ Ok “

 

Lalu Stelly memperlambat jalannya hingga ia mendapat posisi di depan Arthur persis. Kembali mereka melanjutkan jalan tanpa berbincang satu sama lain. Hutan yang mereka lewati seakan akan semakin menghimpit jalur nafas mereka. Semakin sempit jalan yang mereka lalui. Kadang kala lengan mereka tergores dahan pepohonan perdu yang menjorok ke jalan setapak. Arthur yang kelelahan berjalan semakin lambat. Namun ia berusaha tetap berkonsentrasi pandangannya pada punggung Stelly. Memang, perjalanan ini benar benar menguras tenaga dan fikiran mereka. Tetapi mereka dipaksa harus tetap berkonsentrasi dengan jalan yang mereka tempuh. Bila tidak pasti akan berakibat fatal.

 

Stelly merasa sangat penat hingga ia tak lagi dapat mengawasi teman teman mereka satu persatu. Ia kehilangan pengawasan terhadap rekan yang dibelakangnya. Ia hanya berkonsentrasi pada Bam, rekan yang didepannya persis.

 

Arthur yang kehilangan tenaga sejak pertengahan hutan tadi, merasa kepalanya menjadi teramat pening. Tetapi ia memaksakan diri untuk tetap menatap punggung Stelly yang didepannya. Sesekali ia meneguk air di kantong minumnya untuk menambah daya tahan tubuhnya yang melemah. Jalannya menjadi sedikit terseok seok. Sesekali tersandung oleh akar tumbuhan hutan. Ia berusaha menajamkan matanya yang ia rasa semakin mengabur. Ia tak ingin terlepas penglihatan terhadap punggung Stelly. Arthur berusaha keras mengatasi kesadarannya. Ia tetap melihat Stelly didepannya.

 

Hingga pada saat itu, sebuah gerumbulan dedaunan pohon melintang di tengah jalan setapak. Arthur yang berjarak sekitar dua meter dari Stelly menyingkap dedaunan yang menghalangi jalannya setelah ia melihat Stelly yang melakukan hal yang sama. Namun apa yang terjadi seperti memukul ulu hatinya. Ia tidak melihat teman temannya sama sekali. Mereka seperti hilang ditelan bumi. Jalan setapak terlihat kosong memanjang didepannya. Tiba tiba perutnya seperti sangat mulas. Pikirannya tak lagi jernih. Dengan panik ia berteriak teriak memanggil teman temannya satu persatu. Namun hanya desiran angin yang lembut menggesek pucuk pucuk cemara yang terdengar. Kwangwung[2] menyanyikan lagu lagu ancaman di kejauhan. Selebihnya sepi. Tak nampak tanda tanda kehidupan lain disana.

 

Setelah lama berusaha Arthur pun tak sanggup lagi berjalan cepat. Tenaganya benar benar telah habis terkuras. Ia hanya bisa berjalan tertatih tatih sambil berpegangan pada pohon yang agak kuat disamping jalan setapak. Ketakutan mulai menjalar di seluruh jiwanya. Kenyataan bahwa ia tak lagi dapat bertemu teman temannya mulai meneror pikiran Arthur. Badannya menggigil hebat. Dengan lemas ia mencari pohon yang berakar besar dan duduk di pokok akarnya.

 

“ Ya ampun. Kemana mereka…” ujar Arthur sambil menyeka peluh yang menetes di dahinya.

“ Tadi aku yakin melihat Stelly didepanku…secepat itu ia menghilang. Hanya beberapa detik saja…mana mungkin….”

“ Baaam…..Stellyyyy……..Dhaaan….” Arthur kembali berteriak. Ia tetap duduk di pokok akar.

“ Mana mungkin..Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku… “

 

Ia melihat arloji yang dilengkapi dengan kompas miliknya. Jam sudah menunjukkan pukul 16.09 menit. Jam empat sore. Mengingat bahwa sebentar lagi gelap dan ia tidak membawa perlengkapan tenda, hatinya menjadi kecut. Ia mulai kehilangan konsentrasi dan orientasi. Walaupun ia membawa kompas, tetapi ia menjadi bingung dan gugup, akan kemana ia akan bejalan. Ia sudah tak tahu lagi arah. Ia hanya berpedoman pada jalan setapak sempit itu. ia berpikir kalau ia mengikuti jalan itu, ia akan sampai di Cemorosewu dan beberapa jam kemudian akan sampai di pos terakhir di Plawangan.

 

Ia membulatkan tekat untuk berjalan kembali. Asal ia sudah keluar dari Lali Jiwo, ia akan bisa beristirahat semalam di Cemoro Sewu. Kalau ia beruntung, sekitar pukul sembilan malam nanti ia akan sampai di Plawangan. Ia yakin teman teman paling tidak menunggunya disitu.

 

                                                  ~oO0Oo~

 

Setelah mendekati akhir perjalanan di Alas Lali Jiwo, Dhani menghentikan langkahnya sejenak. Ia menoleh kebelakang. Ia melongokkan kepalanya melihat teman temannya yang kini berjalan dengan jarak antara yang agak berjauhan. Ia menghitung satu persatu. Lalu ia terkejut melihat kenyataan.

 

“ Stel, mana si Arthur? “ teriaknya

“ Lho, tadi aku melihat dia dibelakangku…” kata Stelly sambil melihat kebelakang. Ia tak melihat siapapun disitu.

“ Lebih baik kita kembali mencarinya, Dhan “ sahut Sazha yang menampakkan wajah bingungnya

“ Ayo, agak cepat. Hari sudah hampir gelap “ ajak Bam

 

Mereka kembali menyusuri jalan yang mereka lalui tadi. Tapi mereka tidak menemukan jejak Arthur. Arthur seperti hilang ditelan hutan lebat itu. Berkali kali mereka meneriakkan nama Arthur. Tak ada jawaban sama sekali. Erangan kesakitan pun tak terdengar. Dhani mulai merasakan sesuatu yang tidak beres pada keselamatan Arthur. Dadanya bergetar hebat. Ia ingat akan sesuatu hal di Lali Jiwo yang membuat pikirannya berputar putar. Semak demi semak, jalan setapak yang memanjang, semua sudah mereka lewati. Namun tak sejejak pun bau Arthur mereka temukan. Mereka mulai kelelahan.

 

“ Kalau kita teruskan mencari, bisa bisa kita sendiri yang kehabisan tenaga dan waktu, “ ujar Dhani

“ Lebih baik kita bergegas ke Plawangan saja mencari bantuan, “ ia melanjutkan

“ Begitu sebaiknya, ayo kita segera saja “ jawab Sazha

“ Baik, “ jawab mereka bersamaan

 

Mereka bergegas mempercepat langkahnya menuju Hutan Cemoro Sewu dan segera menuju Pos Terakhir pendakian Arjuno di Plawangan.

 

                                                    ~oO0Oo~

[1] hutan lebat, istilah jawa

[2] Tonggeret, jawa

 

 

 

 

 

 

.

 

« Laman Sebelumnya

Blog di WordPress.com.