Harlockwords’s Blog – …Story came Out From My Mind…….

September 2, 2015

TAKUT

Filed under: Cerpen,Horor — harlockwords @ 3:42 am
Tags: , , , , , , ,

Dingin. Itu yang kurasakan sekarang. Tempat ini gelap, lembab, dan berdebu. Memang, tempat ini tidak bisa dianggap sempit, amat sangat luas malah. Dan kalian tahu, tempat ini begitu indah dipandang mata. Sekeliling banyak pepohonan rimbun dan hawa yang sejuk di pagi hari. Namun entah mengapa, bagiku aku seperti terkungkung di tempat ini. Sesak. Bagaimanapun juga sekarang aku tinggal disini. Sendiri. Dan aku tahu, aku tak bisa memprotes keadaan. Aku harus terima.
Aku kehilangan hitungan, sejak kapan aku mulai tinggal disini. Yang aku tahu, sejak rumahku yang dulu dirobohkan oleh sekelompok orang, aku dengan terpaksa berkelana kesana kemari untuk mencari tempat tinggal, hingga seorang saudara jauhku merekomendasikan tempat ini. Aku yang terpaksa, akhirnya tak bisa menolak.
Seperti biasa, malam ini begitu dingin. Purnama diluar begitu indah, seakan-akan merangsangku untuk lekat menatap kearahnya. Aku hanya bisa tersenyum menikmati kesendirianku.
Keheninganku terusik. Tiba-tiba hawa dingin yang biasa kurasakan mendadak memanas. Aku bingung, apa yang terjadi malam ini. Purnama masih malu-malu menyembunyikan senyumnya di balik awan. Dadaku berdebar. Kusapukan pandangan mengelilingi sekujur sudut rumahku. Tak nampak apa-apa. Aku memandang ke luar dari balik jendela tak bertirai. Masih gelap disana, dengan sesekali remang cahaya purnama menyapu lantai halaman saat kabut sirna dari wajahnya.
Tunggu, ada sesuatu yang bergerak disana. Keningku mengernyit, berusaha menajamkan pandangan melihat sosok siluet yg bergerak-gerak di luar pagar halaman rumahku. Sosok itu bergerak tertatih, sempoyongan namun pasti seperi zombie yg sedang mencari mangsa. Aku hanya berharap sosok itu tidak bergerak menuju pagar rumahku yang tak terkunci.
Oh, tidak! Seperti yang ku takutkan, sosok itu tiba di pintu pagar dan lengannya yang kekar memegang teralis besinya. Perlahan mahluk itu mendorong kedalam pagar besinya. Suaranya yg mengkerit menyakitkan telingaku. Aku panik, takut, namun aku seakan dipaksa untuk memandang ke arahnya. Semakin jelas bentuk mahluk itu, dan aku gemetar. Sosok mahluk tinggi besar dan berjalan bungkuk dengan punuk besar menjulang di punggungnya. Nafasnya begitu berat hingga sampai ke telingaku. Perlahan tapi pasti dia bergerak mendekati pintu rumah, yang lagi-lagi, tak terkunci. Aku tak kuasa bergerak. Bergidik sekujur tubuhku melihat penampilannya. Terutama lagi, hawa panas semakin kurasakan menyiksa.
Dia mulai mebuka pintu rumah. Bunyi gesekan pintu kayu ke lantai berdecit. Tubuhku meringkuk ketakutan, namun mataku membeliak melihatnya. Ia berhenti sebentar menggerakkan bola matanya yang jalang menelusuri tiap jengkal ruang didepannya. aku berharap dia tak melihatku, dan sepertinya ia memang tidak. Lalu ia langkahkan kakinya mendekat ke arah dimana aku bersembunyi. Aku kembali panik. Semakin panas disekujur tubuhku. Kudengar dia menggumamkan bahasa-bahasa yang aku tahu aku benci mendengarnya. Dadaku berdegub kencang, aku tak kuasa menahannya. aku bingung kemana aku harus minta pertolongan. Aku sendiri disini.
Tak tahan lagi aku berteriak. Sekencang-kencangnya teriakanku menggema diseluruh ruangan. Badanku melenting hingga mencapai atap. Kulihat mahluk itu membeliakkan matanya. Semakin keras gumamannya terdengar di telingaku. Aku tak tahan. Aku takut. Aku gemetar. Aku seperti tak kuasa menguasai seluruh tubuhku. Panas kurasakan. Mata mahluk itu mengikuti kemana badanku pergi. Tak putus-putusnya aku berteriak dan berlompatan dari sisi ruang ke sisi satunya. Dia tak beranjak dari tempatnya berdiri. Dalam himpitan ketakutan, adrenalinku memuncak. Aku hanya ingin mahluk itu pergi. Ku kumpulkan segenap tenagaku untuk mendorongnya keluar dari rumahku. Sambil berteriak kencang, kuayunkan tubuhku menggapai badannya. Tak kusangka dia juga berteriak miris. Teriakannya mengalahkan teriakanku.

Aku takut tapi tetap kuberanikan diri merebut kembali kebebasanku. Kudorong dia sekeras tenaga. Namun, hanya ruang kosong yang kuraih. Badanku menembus badannya. Aku bingung. Yang kutahu, tak lagi kudengar teriakan itu, dan kulihat badannya terlentang di lantai rumahku. Dingin. Tak bergerak. Aku hanya diam memandangnya. Dan kuputuskan untuk kembali ke tempat amanku sambil terus memandang badan kaku seperti kayu di depanku. Hingga mataku mengantuk. Dan aku terlelap. Dan matahari pun perlahan muncul dari balik bukit.

Blog di WordPress.com.